
Senin sore hari saya kedatangan teman lama yang tampaknya sedang mengalami kebosanan akut mengenai aktivitas pekerjaannya. Merasa terpencudangi oleh rutinitas yang membuatnya boring, akhirnya kita bercerita ngalor ngidul mengenai berbagai hal. Obrolan warung kopi yang intense mengenai maraknya pelaku bisnis "start up" online yang melibatkan talenta talenta muda, sementara kita merasa terperangkap didunia yang sama sekali asing buat kita, yang lahir tidak dijamannya. Membicarakan masalah anak anak muda dengan bisnis "start up"-nya saya teringat pula teman saya yang sedikit banyak mengerti masalah bisnis per-online-nan ini. akhirnya perbincangan segi empat ke arah serius tetapi khas warung kopi tetap berlanjut.
Opini perbincangan berkembang mengenai bisnis start up. Menjurus lebih pelik ke masalah upaya "membunuh untuk memonopoli". Dari hasil diskusi segi empat ala online - offline warung kopi, sedikit meluruskan beberapa pendapat yang mungkin beredar selama ini.
Para pelaku start up ini yang dijual ialah "bisnis startup"- nya, dan bukan layanannya. Yang dijual ialah bisnis, bukan jualan jasa/servis atau produk. Itulah skema bisnis mereka. Detailnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Ketika memulai bisnis start up, pelaku bisnis tersebut menawarkan bisnis mereka ke Investor agar mau bekerjasama dengan mereka. Seperti pada umumnya bisnis, pelaku bisnis menawarkan kepada investor akan mengembalikan sejumlah return sebagai imbal balik atas investasi yang dikeluarkan. Dalam hal ini kita anggap pelaku bisnis akan mengembalikan return +20%, dengan total investasi sebesar 1 Milyar. Dari 1 Milyar tersebut, 300 juta masuk kantong pribadi, 100 juta untuk modal, dan 600 juta sisanya untuk pasang iklan secara masif di televisi.
Pada tahun kedua, pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk membayar 1,2M ( investasi awal ditahun pertama + 20% return yang disepakati ) ke investor awal. Bisnis belum untung, Intangible Asset berupa brand masih dibawah harga pasar. Pertanyaannya kemudian ialah, darimana uang untuk mengembalikan investasi + return kepada investor awal ?
Mereka para pelaku bisnis tersebut mencari lagi investor lain. Dalam hal ini pelaku bisnis menawarkan kepada investor yang mau melakukan invest 2 Milyar, dan kembali dijanjikan keuntungan sebesar +-20%. Artinya, pada akhir tahun kedua, pelaku bisnis diharuskan mengembalikan dana sebesar 2,4M. Dari 2 milyar tersebut, 1,2 milyar dikembalikan kepada investor awal, 200 juta masuk kantong pribadi, 100 juta untuk modal, 500 juta untuk jor joran biaya iklan secara masif di televisi.
Terus begitu hingga tahun ke 3, 4, 5 dan terus diulangi hingga bisnis tersebut mendapat kepecayaan masyarakat. Kemudian pada tahun ke - 6, bisnis tersebut ditawar dengan harga sangat fantastis kepada calon investor baru (atau pemodal International) sebesar 100M. Bisa juga dengan me-listing bisnis mereka dibursa saham, dengan pertimbangan bisnis yang mereka jalankan sudah dikenal dimasyarakat, brand sudah dikenal dengan baik, bisnis dipercaya masyarakat umum. Ekosistem sudah terbentuk, pelanggan loyal sudah ada.
Dari pembicaraan diatas kita membuat perandaian yaitu GO*EK, G*AB, Tok**edia, Tokobag*s, dan lain lain. Secara hitungan bisnis dari layanan mereka sebenernya rugi. Go*ek dan Gr*b harga dibawah pasar. Tokobag*s iklannya ga banyak, tokop*dia, elev**ia berani diskon besar. Dari mana untungnya, ya mereka mengambil untung dari skema bisnis diatas. Bisa disebut dengan skema bisnis ponzi atau MLM.
Walhasil, karena kita sudah sangat ketergantungan dengan grab atau gojek. Sementara semua atau para tukang ojek yang berada dipangkalan sudah ganti atribut ke go*ek or g*ab. Karena kebutuhan akan ketergantungan itulah, mau tidak mau kita "terpaksa" menggunakan go*ek atau g*ab meskipun nantinya mereka menerapkan tarif harga normal. Atau kita para pelaku bisnis toko online, sudah terlanjur tergantung sama tokopedia, kalau nanti toped minta bayaran dari tiap transaksi-nya, ya mau tidak mau kita terpaksa mengikutinya.
Singkat cerita, apakah pada akhirnya bisnis startup akan melibas bisnis konvensional ? Sangat mungkin, apalagi jika merujuk pada skema bisnis seperti diatas. Bagi sebagian orang menganggapnya sharing economy, tapi ternyata bisnis itu dikuasai oleh pemodal besar dan akan membunuh bisnis lain yg sama.
Memang sih tampaknya sedikit menyederhanakan masalah yang ada. Tapi ya itulah perbincangan ala warung kopi. Tampak ilmiah meski tanpa data, tendensius, tanpa tedeng aling aling. Berapa banyak perbincangan di warung kopi yang mampu membuat kuping merah para orang orang yang digosipkan, bila mendengarnya secara langsung.
Ngomong2, pernah tahu kenapa situs multiply.com ditutup dan akibatnya terhadap pemilik toko online disitu ? start gugling berarti..
thanks to mas ALLAN ALFIN en mas Wiyana atas diskusi ala warung kopinya.

Semoga kita selalu ngopi... anytime, anywhere, anyplace. Karena dengan me-ngopi merupakan salah satu cara kita mensyukuri nikmat ALLAH.
0 comments:
Posting Komentar