Minggu, November 29, 2015

Saya (sudah) tidak memilih PKS lagi

Tentu kita sangat mengenal istilah "Gentlemen Agreement". Istilah ini sangat familiar di lingkungan bisnis, meski tak tetutup kemungkinan bahwa istilah ini juga familiar dalam lingkup pertemanan. Secara umum, istilah ini dapat diartikan suatu perjanjian tanpa ada bukti secara formal. Terkadang gentlemen agreement ini hanya berupa ucapan, atau bukti berupa secarik kertas penuh corat coretan sebagai penanda bahwa perjanjian itu telah terjadi. Sikap, perillaku, perkataan, ketepatan, dan kesungguhan sangat dijaga didalam istilah ini. Jangan sekali kali berjanji, jika memang tidak dapat ditepati. Bagi sebagian pebisnis tionghoa, istilah "gentlemen agreement" sangat sering mereka terapkan. Hanya bermodal perkataan, suatu perjanjian dapat terjadi. Jangan coba coba untuk mengelak ataupun mengingkari perkataan yang pernah diucapkan jika tidak ingin seantero rimba perbisnisan mereka tahu reputasi kita. Jadi janji, perkataan, apapun istilah yang mirip mirip dengan gentlemen agreement ini, sangat dipegang teguh, karena bisa sangat menjadi reputasi kita kelak. Pada waktu pak Harto jatuh dan muncul era multipartai, terus terang saya cukup kagum dengan partai yang menamakan dirinya Partai Keadilan (cikal bakal partai PKS sekarang). Bahkan pada masa sebelum partai keadilan ini berdiri, saya bahkan memiliki teman yang cukup banyak yang notabene merupakan kader Partai Keadilan. Cara berfikir mereka cukup baik, karena mereka rata rata merupakan mahasiswa. Otomatis cara berfikirnya pun relatif lebih baik. Pengajian pengajian mereka cukup aktif. Dalam beberapa pertemuan, saya bahkan pernah satu mobil dengan KETUM PKS sekarang Anis Matta. Meski saya tidak melakukan pembicaraan intens dengan pak Anis, tapi saya cukup mengerti percakapan dalam bahasa arab yang dilakukan Pak Anis dengan asistennya ( ya gak percuma dulu nyantri di ponpes di jateng). Tetapi semakin hari saya melihat partai ini jauh dari harapan saya mengenai "gentlemen agreement" itu tadi. Kekecewaan saya dimulai dari lengsernya GusDur. Ribuan bahkan ratusan ribu kader partai ini paling getol meminta Gusdur untuk mundur. Lhaa... Padahal kan yang milih mereka mereka juga. Tapi okelah, pada saat itu (mungkin) keputusan keputusan dan perilaku GusDur dirasa oleh sebagian kalangan dianggap tidak sesuai dengan kaidah kaidah yang berlaku umum. Hal itu sedikit masih saya maklumi Yang lebih mengganjal di hati saya, ketika seorang kader partai ini (PK atau PKS) berjabat tangan dengan seorang perempuan (michelle obama). Saya lebih terkejut lagi. 

Sebenarnya saya tidak pernah mempermasalahkan jabat tangan dengan siapapun. Mau laki laki, perempuan, waria, homo, ataupun lainnya. Yang jadi masalah buat saya ketika sesorang telah memproklamirkan dirinya tidak berjabat tangan dengan wanita, bahkan didalam perkataannya selalu mengatakan bahwa tidak berjabat tangan dengan perempuan itu menjadi masalah buat saya. Ketika kasus korupsi merajalela, eh seorang kadernya malah beropini dengan berapi api, ingin membubarkan KPK. Dan yang lebih tragisnya seorang kader yang juga merupakan President Partai malah terindikasi melakukan praktek korupsi dengan tema Pengadaan Sapi. Jika indikasi korupsi ini dilakukan oleh partai partai lain yang memang berjiwa maling, saya masih sedikit emosinya. Lhaa, ini indikasi korupsi ini dilakukan oleh kader partai yang menganut azas Islam, yang saya yakin didalam ceramah ceramahnya, dijelaskan bahwa korupsi itu haram, suap dan yang menyuap sama sama masuk neraka, bagi yang ketahuan akan dipotong tangannya, malah dia yang terindikasi melakukan korupsi. Malah pake acara ada konspirasi yahudi segale. Apa gak ada alesan yang lebih baik lagi Jadi simoe eh emosi lagi nih sekarang. Yang lebih gak masuk dinalar saya lagi ( mungkin kepintaran saya gak sepandai mereka mereka ini), ketika PEMILUKADA provinsi DKI jakarta. Pada putaran I kandidat partai ini HNW dan tim suksesnya, terang terangan berseberangan dengan calon Incumbent FOKE. Bahkan terang terangan mengkritik program Gubernut Incumbent. Lhaaa begitu masuk putaran 2 malah mengambil sikap mendukung calon Incumbent tersebut. Nalar saya gak sampe... Mungkin kepintaran mereka menembus batas bumi dan langit kali ya. Malah menggelar konferensi pers untuk mendukung calon incumbent. Tapi untuk kali ini saya memilih untuk tidak memilih pilihan Partai ini. Saya memilih calon yang lain. Dan terbukti calon yang saya pilih dalam pemilukada jakarta hingga saat ini memiliki bukti nyata. Dan banyak kejadian lain yang memutuskan saya menarik suara saya dari partai ini. Perkataan, perbuatan, attitude memang menjadi hal yang krusial. Ketika seseorang tidak dapat menepati janjinya, lebih baik tidak usah berjanji. Karena itu akan membawa reputasi baik atau buruk dirinya, keluarga, ataupun partai yang dia usung. Bila dalam dunia bisnis, sekali anda tidak menepati janji atau mencla mencle dalam suatu hal, siap siap menerima konsekuensi terhadap reputasi anda. Saya pernah mendengar diberikan nasihat secara langsung oleh Salah satu Direktur Utama ditempat saya bekerja dulu ? " KETIKA DIHADAPKAN PADA PERTANYAAN SULIT, BERFIKIRLAH 5 detik. TIDAK USAH TERLALU LAMA. KARENA JAWABAN YANG KELUAR DARI MULUT ORANG YANG BERFIKIR HANYA 5 DETIK DENGAN YANG TIDAK AKAN JAUH BERBEDA HASILNYA". Intinya tetap istiqomah didalam menjaga perkataan. Istiqomah terhadap tauhid, dakwah, akhlaquh karimah (perkataan-perbuatan). 

So... Kamu telah kehilangan hak suara saya pada Pemilu nanti. Salaam


0 comments: